Subscribe

Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Rabu, 13 Agustus 2008

Andai

Sajakku teruntuk awan

(a)
kelambu di hujung langit amat merasukkan jiwaku yang terkantuk. aku coba tarik selimut angin untuk mengeringkan beberapa titis keringat jagung yang melepuh. ku guyurkan secawan air limun untuk mengumbar segala kebakaran hati yang menyala. Membaca bait istigfar agar pekat malam dalam dada memudar aku angkat kakiku sebelah menuju punggung,terlihat melingkar bak kutu di antara rambut-rambut yang tergerai, menjulur kebawah sampai kepinggang. Ku kepalkan mereka agar tak berlarian gemirang, dan agar curah hujan keringat bisa mengalir sampai ke pelabuhan.Kain serontal itu mulai ditibaki mimpi seperti bayi yang baru di kasih asi. Tidurnya nyenyak seperti peri. Hari itu awan malas bermanja-manja dengan petir. Guntur bergemuruh mengguyurkan hujan di beranda teras, gamis manis berwana biru legam pun ikut basah lupa untuk diangkat kesamping meja. Rasanya nuansa alam lengkaplah sudah, menutup lembaran buram di atas makam. Sepulangku dari melawat aku akan melawatkan diri sendiri dalam bekaman pengobatan. Demikian dinamika kesayuan dalam qalbu, masih menyuguhkan seonggok keterpurukan. Mengenang segala lara yang belum sempat untuk diucap pada petir-petir yang menyambar. akhirnya langitpun masih merundung, mengantongi beberpa butir keterasingan dalam batin. namun sobekan nirwana menyedekahkan pelangi sebentar lagi hujan akan segera berenti. biarkan saja onak-onak itu berbalada ria, toh hujungnya ia akan merendakan dendang-dendang bersimpul bergambar kembang.

(h)
Oh nelayanku, mengkayuh sampan di pertepian danau. Mengais selembar kertas cinta yang terbuang, masihkah kau nantikan
aku gadis. Tuhan ambil petunjuk pada semangkuk mahabbah
disepertiga malam yang telah dijanjikan untuk saling mentabayunkan cinta. aku tunggu kau dipintuku, ketukkanmu
yang mengejutkan, lembut nan syahdu. kau berikan segelas air mata mencucur pada mulut-mulut penglihatan yang mulai
meraba.Tubuh melandai tanpa daya dan upaya menitiskan keberadaan yang menghampa. Bisakah kau rasakan itu belahan
jiwaku

(a)
Mahkota malam mulai pindah diatas kerudungku, tak pernah
seputas jengkalpun terlewat dari perapian tungku-tungku, yang masih kupertahankan. kehangatanya hanya seperti sebulir cayaha lilin, bisakah aku nelayanku. Seberangkan hatiku ke beranda.

(h)(a)
Akhirnya definisi semesta mulai berguguran arti demi arti batin yang saling terbuka. mengunyah segala perbedaan yang menepi. kau bagianku, aku bagianmu, pelabuahan kita.
sebentar tak jauh lagi sabarlah engkau gadisku. kafillah
masih berlalu, memberanakkan mujahid-mujahid baru dalam perang badar mahligai itu. persimbahkan saja semua untuk-Nya, aku akan datang dengan sampan membawa surat cinta pada selembar kain basah. masih sama di sepertiga malam di pelabuhan kota. aku ingin berdiskusi tentang cinta. Masih diatas sajak teruntuk awan dimalam teram.